Pengertian Tari Tayub dan Sejarahnya secara Lengkap

Pengertian tari tayub

Tayub, mendengar budaya jawa yang satu ini mungkin pemikiran kita adalah kesuatu budaya yang negatif, namun disisi lain budaya jawa yang satu ini sangatlah populer di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Banyak kisah yang menggambarkan tentang tayub. Tayub ini hasil campuran dari mitos dan tradisi mengantar kesenian rakyat ini menjadi legenda dan seni yang terus digandrungi warga masyarakat di pedesaan Jawa. Salah satunya menyatakan bahwa pada awal kelahirannya, tayub merupakan ritual sesembahan demi kesuburan pertanian.Tayub sendiri berasal dari kata dalam bahasa jawa jarwodhosok “ditata kareben guyub” (diatur agar tercipta kerukunan).

Secara filosofi yang ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan. Nilai dasarnya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasikan kemampuan, jiwa, dan bakat seni baik kemampuan sebagi penabuh gamelan ( pengrawit ) ataupun penarinya. Kesamaan ini akan melahirkan keselarasan-serasian tayub sebagi suatu bentuk tarian, hentakan kaki sesuai dengan bunyi kendang, lambaian tangan seirama gambang, atau lenggok kepala tiap pukulan gongnya. Meski pada perkembangannya, “pergaulan” dimaknai secara luas sebagai bentuk silahturahmi.
 

Tari tayub biasa disebut tayuban adalah kesenian tradisional Jawa dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian gerak. Unsur keindahan dalam tayuban ini diikuti dengan kemampuan penari dalam memainkan tari yang dibawakan. Tayuban biasanya dipertunjukkan pada acara bersih desa, hajatan dan acara-acara kebesaran. Tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Pada saat menarikan tari tayub sang penari yang di sebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut.  Tayub juga disebut tandhak, penari perempuan.

Menurut teori R.M. Soedarsono tayub mempunyai tiga fungsi utama (primer) yaitu sebagai sarana upacara (ritual), hiburan dan tontonan. Tayub dipertunjukkan pada berbagai hajat masyarakat terutama sebagai sarana upacara, seperti bersih desa dan perkawinan. Tayub yang dipertunjukkan dalam bersih desa memiliki peranan sangat penting untuk mendapatkan kesuburan tanah, hasil panen melimpah, ketenangan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu tayub yang dipertunjukkan dalam upacara pernikahan mempunyai maksud agar pasangan pengantin segera mendapat keturunan. Tradisi mempertunjukkan tayub masih dilakukan terus menerus dikalangan masyarakat berbagai daerah terutama di Jawa, baik daerah yang memiliki atau tidak memiliki kesenian tayub. Pada intinya pertunjukkan tayub di berbagai daerah itu sama yaitu tarian berpasangan antara seorang wanita dengan laki-laki dengan diiringi musik gendhing-gendhing jawa.

Sejarah Kesenian Tayub

Tayub di mulai sejak sebelum zaman penjajahan yaitu sejak zaman Kerajaan Singosari. Pertama kali di gelar pada waktu Prabu Tunggul Ametung. Kemudian tayub berkembang di Kerajaan Kediri dan Mojopahit. Pada zaman kerajaan ini kesenian tayub merupakan bagian dari rangkaian upacara keselamatan atau syukuran bagi para pemimpin pemerintahan yang akan mendapat jabatan baru, pemberangkatan panglima ke medan perang, dan lain-lain. Pada zaman Kerajaan Demak, tayub jarang dipentaskan karena pada waktu itu Kesenian Tayub hanya dapat dijumpai di daerah pedesan yang jauh dari pusat kerajaan.

Tayub bermula dari cerita kedewatan (dewa-dewi),saat dewa-dewi mataya ( berjoget berjajar) dengan gerak yang guyub (serasi). Pada zaman wali sanga, tayub digunakan untuk syiar agama islam sehingga nilai-nilai agamis pun dimasukkan dalam tarian. Di masyarakat agraris yang masih kental dengan kultur animisme, dinamisme, tayub adalah bentuk ritual ketika terjadi peristiwa penting. Namun disayangkan, ketika zaman penjajahan belanda kesenian tayub terpengaruh unsur negatif yang dibawa para penjajah. Adanya minum-minuman berakohol. Hingga pemerintahan yang dipegang oleh Sunan Pakubuwono III, Tayub yang terkena pengaruh penjajah Belanda masih terpelihara.

Kemudian ketika pemerintahan dipegang oeh Sunan Pakubuwono IV, beliau tidak berkenan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh penjajah belanda. Kemudian tayub berkembang di daerah sekitar Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Seiring berkembangnya zaman, kesenian tayub ini berusaha berdiri dari terjangan badai budaya luar atau budaya modern yang perlahan-lahan menggerogoti keberadaan dan eksistensi kesenian tayub ini. Persepsi negatif yang sudah terlanjur muncul didalam pikiran masyarakat luas, membuat keberadaan kesenian ini serada terpojokkan. Kemudian timbul keburukan dalam citra kesenian tayub yang disebabkan oleh penari pria atau penonton. Para penari menyawer dengan memasukkannya ke dalam kemben. Sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa penayub itu “murahan”. Kesan miring akan kesenian tayub saat itu sangat buruk.

Memang sangat disayangkan sebuah warisan budaya leluhur yang seharusnya menjadi ciri dari sebuah bangsa atau daerah harus dikotori oleh tangan-tangan kolonial yang menjadikan pelaku kesenian tayub ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena stigma negatif yang sudah terlanjur melekat pada kesenian tayub ini. Karena tari tayub adalah seni tayub yang menjadikan perempuan sebagai unsur dominan.




Dalam pertunjukkan tayub terdapat berbagai simbol yang ditampilkan antara lain ritual sesaji, musik gamelan, kostum, gerakan tari, dan saweran. Makna dari setiap simbol tersebut antara lain :



  • Ritual sesaji mempunyai makna material untuk meminta keselamatan dan kelancaran, serta makna sosial untuk menghargai tradisi leluhur.
  • Musik gamelan mempunyai makna material untuk pemantaban rasa tari waranggana guna keindahan dalam penampilannya dan makna sosialnya yaitu untuk mempertahankan musik tradisional Jawa agar tetap bisa dinikmati oleh masyarakat.
  • Kostum mempunyai makna material sebagai daya tarik atau keindahan dalam pertunjukan kesenian tayub dan makna sosialnya yaitu bentuk identitas diri yang memengaruhi citranya dalam masyarakat.
  • Gerakan tari mempunyai makna material yaitu untuk menunjukkan kepiawaian waranggana dalam menghibur para penikmat kesenian tayub dan makna sosial yaitu sebagai daya pikat waranggana terhadap penikmat tayub.
  • Saweran mempunyai makna material yaitu untuk meminta gending  yang diinginkan dan makna sosial yaitu bentuk rasa terimakasih penikmat tayub karena merasa terhibur dengan penampilan waranggana.