Artikel Sejarah Candi Cangkuang Garut | Candi di Indonesia

Sejarah Candi Cangkuang Garut adalah sebuah candi Hindu yang berada di Kampung Pulo, di desa cangkuang Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Letak Candi Cangkuang ini cukup unik karena berada di sebuah puncak bukit kecil yang dikelilingi oleh sebuah Situ atau Danau yaitu Situ Cangkuang.
Letak situs candi ini lebih tepatnya berada pada koordinat Google Maps -7.101989 +107.919483. Melihat letaknya yang berada di tengah danau, maka tentu untuk menuju ke situs ini kita akan memerlukan sebuah rakit atau sampan. Situs ini berada pada jarak sekitar 3 kilometer dari pusat kota garut, dan bisa ditempuh dengan menggunakan jasa delman, ojek, atau bisa juga dengan berjalan kaki.
Selain terdapat sebuah situs candi, di areal Candi Cangkuang Garut ini juga terdapat sebuah makam kuno dari batu yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai makam Embah Dalem Arief Muhammad yang diyakini sebagai sesepuh pendiri daerah tersebut. Disamping itu, di kawasan Kampung Pulo ini juga terdapat cagar budaya yang berupa pemukiman adat masyarakat Kampung Pulo yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik.

Sejarah Candi Cangkuang Garut - Latar Belakang Ditemukannya


Asal muasal nama Candi Cangkuang Garut diambil dari nama desa tempat di mana situs ini berada. Cangkuang sendiri sebenarnya adalah sebuah nama pohon yaitu Pohon Cangkuang. Pohon Cangkuang memang banyak ditemukan di daerah ini, dan ini yang membuat desa ini disebut dengan nama Desa Cangkuang.
Sejarah Candi Cangkuang Garut diawali dari sebuah penemuan oleh seorang Belanda bernama Vorderman, yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yaitu Notulen Bataviach Genoot Schap. Buku notulen ini ditulisnya pada tahun 1893. Dan dalam catatannya di buku ini Vorderman menyebutkan bahwa di bukit Kampung Pulo di Desa Cangkuang telah ditemukan sebuah makam kuno dan sebuah arca Siwa yang telah rusak.
Sebuah tim penelitian yang dipimpin oleh seorang ahli purbakala bernama Drs.Uka Tjandrasasmita dan Prof.Harsoyo, pada tanggal 9 Desember 1966 telah menemukan kembali Candi Cangkuang yang telah lama hilang terpendam.

Baca Juga:

√ Terlengkap Alat Musik Tradisional Sulawesi Tenggara


Sejarah Candi Cangkuang Garut - Pemugaraan



Gambar Sejarah Candi Cangkuang Garut 1 
Mulai dari penemuan awal itulah lalu dilakukan penelitian yang lebih besar pada tahun 1967-1968. Penemuan pertama ini hanya menemukan sebuah makam kuno yang diyakini sebagai makam Arief Muhammad seorang pendiri desa itu. Disamping makam kuno ini juga ditemukan sebuah pondasi berukuran 4,5 x 4.5 meter dengan batu-batu yang berserakan di sekitarnya. Oleh masyarakat sekitar, batu-batu yang berserakan ini kerap kali diambil dan dipakai sebagai batu nisan di makam mereka.
Pada tahun 1974 – 1976 dimulailah penggalian, pemugaran, dan proses rekonstruksi secara total. Proses ini dimulai dengan penggalian besar-besaran di areal itu. Dilanjutkan dengan mengumpulkan semua reruntuhan dan mendatanya. Lalu terakhir dilakukan penataan dan pemasangan kembali semua reruntuhan.
Dalam proses rekonstruksi ini telah berhasil merekonstruksi kaki candi, badan candi, atap candi, dan sebuah patung Dewa Siwa. Sayangnya dalam proses ini batu yang asli dari reruntuhan candi hanya ditemukan sekitar 40% saja. Maka untuk merekonstruksi ulang bangunan candi, digunakanlah batuan buatan. Dan akhirnya proses pemugaranpun selesai dan Candi Cangkuang Garut akhirnya diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976.

Candi Cangkuang Garut adalah sebuah candi peninggalan Hindu yang diyakini berasal dari abad ke-8. Hal ini didasarkan pada beberapa fakta. Yang pertama terlihat dari kesederhanaan bentuk candi yang sangat polos tanpa relief. Pertimbangan kedua adalah dilihat dari tingkat kelapukan batunya.
Selain itu keberadaan Candi Cangkuang Garut ini juga sangat penting karena diyakini sebagai sebuah penghubung dari bagian mata rantai yang hilang antara beberapa penemuan yaitu Candi Jiwa di Karawang, Candi Dieng di daerah Dieng Wonosobo, dan Candi Gedong Songo di daerah Bandungan Ambarawa.

Sejarah Candi Cangkuang Garut - Arsitektur


Dari segi bentuk, candi ini sangat mirip dengan penemuan candi di 3 tempat di atas. Luasnya sekitar 4,5 x 4,5 meter dengan ketinggian mencapai 8,5 meter. Bangunan Candi Cangkuang Garut menghadap ke arah timur yang ditandai dengan adanya sebuah tangga setinggi 1 meter yang menuju sebuah pintu masuk.
Di candi ini kita tidak dapat menemukan hiasan relief atau pahatan apapun. Di dalam candi terdapat sebuah ruangan seluas 2,2 m2, dan ruangan ini memiliki ketinggian 3,38 meter. Di bagian tengah ruangan terdapat sebuah patung Siwa setinggi 40 cm yang sedang duduk di atas Nandi (sapi) dengan sebelah kaki dilipat.

Sejarah Candi Cangkuang Garut - Makam Kuno Di Sampingnya


Satu hal yang sangat unik di situs ini adalah ditemukan sebuah makam kuno Islam berada yang tepat di samping bangunan candi cangkuang garut yang notabenenya merupakan candi Hindu. Makam tersebut kemudian diketahui sebagai makam Arief Muhammad atau yang dikenal juga dengan Embah Dalem Ariref Muhammad.
Sejarah Candi Cangkuang Garut - Makam Kuno
Arief Muhammad sendiri sebenarnya adalah seorang Senopati dari kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Beliau ini bersama dengan pasukannya mendapat tugas untuk menyerang tentara VOC di Batavia, namun ternyata beliau gagal mengalahkan VOC. Karena kalah, alih-alih pulang ke Yogyakarta beliau lalu malah menyingkir ke pedalaman tanah Priangan tepatnya di daerah Leles Garut.
Di tempat ini beliau lalu menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu. Di tempat ini pula beliau bersama dengan masyarakat sekitar membendung dan membuat sebuah danau yang diberi nama Situ Cangkuang. Daratan-daratan yang terbendung kemudian terbentuk menjadi gundukan bikit atau pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil itu diberi nama Pulau Panjang (tempat dimana Kampung Pulo berada), Pulau Masigit, Pulau Wedus, Pulau Gede, Pulau Katanda, dan Pulau Leutik.

Sejarah Candi Cangkuang Garut - Toleransi Agama Dan Inkulturasi Budaya


Arief Muhammad kemudian menetap dan menikahi wanita setempat, dan memiliki 6 orang anak perempuan dan 1 laki-laki. Penyebaran agama Islam yang dilakukannya sangat berhasi dan membuat penduduk sekitar memeluk agama Islam. Hal ini terbukti dari beberapa penemuan selanjutnya yaitu:
  • Kitab Suci Al Qu’ran terbuat dari kulit kayu atau Saih berukuran 24 cm x 33 cm. 
  • Naskah Khotbah Jum’at terbuat dari kulit kambing berukuran 23 cm x 176 cm. 
  • Kitab Ilmu Fiqih terbuat dari kulit kayu atau Saih berukuran 18,5 cm x 26 cm. 
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa toleransi agama dan inkulturasi budaya di daerah ini masih sangat kuat bahkan sampai dengan saat ini. Hal ini terbukti dari letak makam Arief Muhammad seorang pemuka agama Islam, yang berada tepat di sebelah sebuah candi agama Hindu.
Inkulturasi lain yang terjadi adalah masih digunakannya aturan-aturan adat setempat walaupun masyarakatnya telah memeluk agama Islam. Hal ini terrbukti dengan ditetapkannya hari Rabu sebagai hari besar masyarakat setempat, bukannya hari Jum’at. Pada hari Rabu masyarakat diwajibkan untuk hanya melakukan kegiatan keagamaan saja seperti mengaji, mendengar ceramah agama, dan belajar agama Islam. Aturan adat yag berlaku, pada hari Rabu orang dilarang berziarah di makam Arief Muhammad.

Baca Juga:

√ Lengkap Cara Memainkan Alat Musik Rebab, Siter dan Saron


Keunikan Pemukiman Adat Kampung Pulo Candi Cangkuang


Sejarah Candi Cangkuang Garut - Kampung Pulo
Pemukiman adat Kampung Pulo berada tepat di atas Pulau Panjang di dekat situs Candi Cangkuang Garut. Pemukiman adat ini sangatlah unik, karena hanya terdiri dari 6 rumah dengan 6 kepala keluarga. Pemukiman Adat Kampung Pulo adalah sebuah perkampungan mini yang tersusun dari 3 rumah di sebelah kanan dan 3 rumah di sebelah kiri yang saling berhadapan, ditambah dengan sebuah masjid.
Keunikan lainnya yaitu jumlah kepala keluarga di kampung ini tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga yang menikah, keluarga baru itu pun harus segera pergi meninggalkan kampung adat tersebut dan diberi waktu paling lambat 2 minggu setelah pernikahan. Keluarga baru itu hanya boleh kembali ke kampung jika di kampung adat tersebut ada salah satu keluarga yang meninggal. Itu pun hanya anak wanita yang diijinkan, dan harus ditentukan melalui pemilihan oleh warga setempat.
Keberadaan kampung adat dan situs sejarah candi cangkuang garut di daerah ini merupakan salah satu bukti keberagaman dan toleransi antar agama dan budaya yang sangat tinggi pada masa silam. Walaupun hanya merupakan sebuah kampung kecil dengan sebuah situs candi kecil namun situs budaya dan sejarah Candi Cangkuang Garut tetaplah sangat menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan.