Artikel Suku Dayak Daerah Kalimantan
Dayak atau Daya (ejaan
 lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau 
Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang
 mendiami Pulau Kalimantan. Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan 
yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung.
 Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. 
Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu 
yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama
 rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni 
- Rumpun Klemantan alias Kalimantan
- Rumpun Iban
- Rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau
- Rumpun Murut
- Rumpun Ot Danum-Ngaju
- Rumpun Punan
Istilah
 kata suku “Dayak” lebih umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli 
non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ada beberapa suku-suku
 Dayak yang menganut agama Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak 
walaupun beberapa diantaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai.
 Masyarakat Dayak Barito yang menganut agama Islam dikenal sebagai suku 
Bakumpai di sungai Barito tempo dulu.
Baca Juga:
√ 17 Budaya Indonesia yang Diakui UNESCO yang Akan Selalu Dikenal Dunia
Ada
 beberapa pendata yang beragam mengenai penjelasan tentang etimologi 
istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari 
kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu sungai atau pedalaman. 
King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari 
kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi.
 Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari 
bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak 
pada tempatnya.
Arti
 dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987),
 misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti 
manusia, sedangkan pengarang lainnya menyatakan bahwa arti kata Dayak 
adalah pedalaman. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim 
bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang 
diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.
Lahajir et
 al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli 
Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Namun 
penduduk asli Dayak sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah 
ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut 
mereka sebagai ‘Dayak’.
Asal mula
Pada
 umumnya kebanyakan penduduk kepulauan Indonesia adalah penutur bahasa 
Austronesia. Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau 
Borneo. Antara 60 000 dan 70 000 tahun lalu, manusia sempat bermigrasi 
dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia 
yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.
Dalam
 rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai
 hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Tetek 
Tahtum menceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah perhuluan 
sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai. Di daerah selatan 
Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi 
lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni 
kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, 
yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut 
mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk 
daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya 
terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak 
bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).
Sebagian
 besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang 
memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya 
sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang 
Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam 
kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di 
daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang 
Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk 
rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan
 dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang 
terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang 
Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).
Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai. 
Pembagian sub-sub etnis
Akibat
 dari arus migrasi dari para pendatang yang menuju kalimantan, Suku 
Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya terpaksa memilih
 masuk ke pedalaman. Sehingga membuat suku Dayak terpisah-pisah dan 
menjadi sub-sub etnis tersendiri.
menurut
 J. U. Lontaan, 1975, Suku Dayak terbagi dalam beberapa sub-sub suku 
yang kurang lebih jumlahnya sekitar 405 sub. Masing-masing sub suku 
Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang hampir
 mirip. Suku Dayak kini mendiami daerah pesisir pantai dan 
sungai-sungai.
Dayak pada masa kini
Saat ini suku Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yaitu : 
- Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau)
- Ot Danum-Ngaju
- Iban
- Murut
- Klemantan
- Punan.
Rumpun Dayak
 Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan, 
sementara rumpun Dayak yang lain merupakan rumpun hasil asimilasi antara
 Dayak punan dan kelompok Proto Melayu (moyang Dayak yang berasal dari 
Yunnan). Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 
sub-etnis.
Semua
 etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas yang menjadi 
faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke 
dalam kelompok Dayak atau tidak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah 
panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong
 (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem 
perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju 
biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering 
disebut banua/benua/binua/benuo. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan 
yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang 
memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.
Prof.
 Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, (orang Dayak Ngaju) menolak 
anggapan Dayak berasal dari satu suku asal, tetapi hanya sebutan 
kolektif dari berbagai unsur etnik, menurutnya secara "rasial", manusia 
Dayak dapat dikelompokkan menjadi :
- Dayak Mongoloid,
- Malayunoid,
- Autrolo-Melanosoid,
- Dayak Heteronoid.
Tradisi Penguburan
Tradisi
 penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur 
tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah
 panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat 
tiga budaya penguburan di Kalimantan :
- penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
- penguburan di dalam peti batu (dolmen)
- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :
wadah (peti) mayat--> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak
wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :
- lubekng (tempat lungun)
- garai (tempat lungun, selokng)
- gur (lungun)
- tempelaaq dan kererekng
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
- penguburan tahap pertama (primer)
- penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan primer
- Parepm Api (Dayak Benuaq)
- Kenyauw (Dayak Benuaq)
Penguburan sekunder
Penguburan
 sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan 
cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, 
banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan 
megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti 
mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil 
dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
- dikubur dalam tanah
- diletakkan di pohon besar
- dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
Tiwah
 adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai 
simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang 
dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di 
dalam tanah.
Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
- Marabia
- Mambatur (Dayak Maanyan)
- Kwangkai/Wara (Dayak Benuaq)
Baca Juga:
√ Cerita Rakyat | Asal Mula Danau Toba (Sumatera Utara)
Agama
Masyarakat
 rumpun Dayak Ngaju dan rumpun Dayak Ot Danum menganut agama leluhur 
yang diberi nama oleh Tjilik Riwut sebagai agama Kaharingan yang 
memiliki ciri khas adanya pembakaran tulang dalam ritual penguburan. 
Sedangkan agama asli rumpun Dayak Banuaka tidak mengenal adanya 
pembakaran tulang jenazah. Bahkan agama leluhur masyarakat Dayak Meratus
 di Kalimantan Selatan lebih menekankan ritual dalam kehidupan terutama 
upacara/ritual pertanian maupun pesta panen yang sering dinamakan 
sebagai agama Balian.
Agama-agama
 asli suku-suku Dayak sekarang ini kian lama kian ditinggalkan. Sejak 
abad pertama Masehi, agama Hindu mulai memasuki Kalimantan dengan 
ditemukannya Candi Agung sebuah peninggalan agama Hindu di Amuntai, 
Kalimantan Selatan, selanjutnya berdirilah kerajaan-kerajaan 
Hindu-Buddha. Semenjak abad ke-4 masyarakat Kalimantan memasuki 
era sejarah yang ditandai dengan ditemukannya prasasti peninggalan 
dari Kerajaan Kutai yang beragama Hindu di Kalimantan Timur.
Penemuan Batu
 Nisan Sandai menunjukan penyebaran agama Islam di Kalimantan sejak abad
 ke-7 mencapai puncaknya di awal abad ke-16, masyarakat 
kerajaan-kerajaan Hindu menjadi pemeluk-pemeluk Islam yang menandai 
kepunahan agama Hindu dan Buddha di Kalimantan. 
Sebagian
 besar masyarakat Dayak yang sebelumnya beragama Kaharingan kini 
memilih agama Kristen, namun kurang dari 10% yang masih mempertahankan 
agama Kaharingan. Agama Kaharingan sendiri telah digabungkan ke dalam 
kelompok agama Hindu (baca: Hindu Bali) sehingga mendapat sebutan agama 
Hindu Kaharingan. Namun ada pula sebagian kecil masyarakat Dayak kini 
mengkonversi agamanya dari agama Kaharingan menjadi agama Buddha (Buddha
 versi Tionghoa), yang pada mulanya muncul karena adanya perkawinan 
antarsuku dengan etnis Tionghoa yang beragama Buddha, kemudian semakin 
meluas disebarkan oleh para Biksu di kalangan masyarakat Dayak misalnya 
terdapat pada masyarakat Dayak yang tinggal di kecamatan Halong di 
Kalimantan Selatan.
Di
 Kalimantan Barat, agama Kristen diklaim sebagai agama orang Dayak. Hal 
ini membuat masyarakat Dayak Muslim Kalbar terpaksa membentuk Dewan Adat
 Dayak Muslim tersendiri. Tetapi hal ini tidak berlaku di propinsi 
lainnya sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama Islam namun 
tetap menyebut dirinya sebagai suku Dayak.
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak diakses tanggal 18 september 2014
 


Belum ada Komentar untuk "Artikel Suku Dayak Daerah Kalimantan"