Mengenal Sejarah Kebudayaan Suku Duri Enrekang Sulawesi Selatan

Mengenal Sejarah Kebudayaan Suku Duri Enrekang Sulawesi Selatan

Penjelasan Kebudayaan dan Adat Istiadat Suku Duri Enrekang Sulawesi Tenggara. Suku Duri adalah salah satu suku bangsa yang mendiami Kabupaten Enrekang, tepatnya di kecamatan Baraka, Alla dan Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17 desa. Kabupaten Enrekang merupakan wilayah pegunungan yang sejuk dan berada di tengah-tengah daratan Sulawesi selatan dan berbatasan dengan Tanah Toraja.

Pemukiman mereka berada dekat dengan jalan yang dapat dilalui mobil. Hanya sedikit yang bermukim di daerah pegunungan yang tinggi. Sekitar 85% dari masyarakat Duri tinggal di pedesaan. Mereka juga merupakan salah satu suku perantau yang telah menyebar dibeberapa daerah di Indonesia dan bahkan sampai ke Malaysia.

Suku Enrekang dan suku Maroangin (Marowangin) merupakan koalisi dari suku Duri yang tergabung dalam satu kesatuan yang disebut sebagai suku Massenrempulu. Meskipun secara ras dan bahasa suku Duri cenderung dekat dengan suku Toraja. Bahasa Duri mirip dengan bahasa Toraja, oleh karena itu suku Duri sering dianggap sebagai bagian dari suku Toraja. Meskipun memiliki kekerabatan dekat dengan Toraja, suku Duri banyak terpengaruh adat istiadat suku Bugis. Sehingga kadang-kadang juga orang Duri juga dianggap sebagai sub-suku dari suku Bugis.

Baca Juga:

35 Rumah Adat Di Indonesia + Gambar Paling Lengkap



Mata pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar suku Duri adalah bertani. Selain itu, ada juga yang berkebun, berternak dan membuat barang kerajinan. Hasil pertanian mereka cukup beragam, tetapi yang terutama adalah bawang merah. Suku Duri juga membuat keju secara tradisional yang disebut dangke. Diolah dari susu sapi dan kerbau ditambah sari buah atau daun pepaya. Jenis tanaman pertanian suku Duri adalah padi, jagung, ubi, cabai, dan bawang merah.

Sosial Budaya

Orang Duri memiliki sifat kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi. Dahulu, mereka mengenal adanya status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa dan budak. Sekarang ini, pembedaa itu sudah tidak terlihat lagi. Dalam masyarat Duri sekarang ini, status sosial lebih ditentukan dari tingkat pendidikan dan kekayaan, yang terlihat dari jumlah kerbau, tanah, emas yang dimiliki serta rumah yang bagus. Umumnya, mereka yang berpendidikan pindah ke kota.

Dalam hal pendidikan, suku Duri bersikap terbuka. Juga terhadap hal-hal yang dapat berguna untuk meningkatkan taraf hidup. Bahasa Indonesia sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar. Orang membaca, tetapi sedikit sekali buku-buku yang tersedia dalam bahasa mereka.

Kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi menjadi keseharian sifat orang Duri. Dahulu, mereka mengenal adanya status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa dan budak. Hari ini, segala bentuk kasta sosial itu sudah mereka hapuskan. Status sosial yang dianut oleh mereka kini berdasarkan pendidikan dan kekayaan yang dimiliki. Kebangsawanan sudah tidak berlaku lagi untuk mereka

Kepercayaan

Sebagian besar orang Duri memeluk agama Islam. Hanya sedikit yang masih mempertahankan kepercayaan animisme, yang disebut Alu'Tojolo. Di Baraka, pengikut animisme mengadakan pertemuan secara teratur 1-2 kali dalam sebulan. Alu’ Tojolo merupakan Agama kepercayaan tradisional yang mirip dengan agama kepercayaan tradisional suku Toraja. Orang Duri masih memegang erat adat, tetap mempertahankan kerukunan, dan setia terhadap ajaran nenek moyang

Sumber referensi:
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/968/suku-duri-enrekang-sulawesi-selatan diakses tanggal 12 november 2015
http://www.sabda.org/misi/profilo_isi.php?id=21 diakses tanggal 12 november 2015