Sejarah Suku Cherokee, Suku Muslim Indian Amerika

Sejarah Suku Cherokee, Suku Muslim Indian Amerika. Cherokee merupakan salah satu penduduk asli Amerika. Tempat tinggal tradisional mereka terletak di Amerika Serikat tenggara (terutama di negara bagian Georgia, Karolina Utara, dan Karolina Selatan). Mereka menuturkan bahasa Cherokee, yang tergolong dalam rumpun bahasa Iroquoian. Pada abad ke-19, sejarawan dan etnografer mencatat tradisi lisan mereka yang mengisahkan migrasi suku Cherokee dari wilayah Danau Besar di utara (tempat tinggal suku-suku penutur bahasa Iroquoian) ke selatan.

Pada abad ke-19, Cherokee dianggap sebagai salah satu "Lima Suku Beradab" karena mereka menerapkan berbagai budaya dan teknologi bangsa kulit putih. Cherokee merupakan salah satu kelompok etnis non-Eropa pertama yang menjadi warga negara Amerika Serikat. Pasal 8 dalam traktat Amerika Serikat dengan Cherokee menyatakan bahwa orang Cherokee boleh menjadi warga negara AS. Menurut sensus Amerika Serikat pada tahun 2010, Bangsa Cherokee memiliki lebih dari 314.000 anggota, sehingga menjadikannya salah satu suku asli Amerika terbesar yang diakui di Amerika Serikat.

Baca Juga:

√ Lengkap Alat Musik Tradisional NTB Beserta Gambarnya


Dari tiga suku Cherokee yang diakui dalam tingkatan federal, Bangsa Cherokee dan Gerombolan Keetoowah Bersatu Indian Cherokee memiliki markas di Tahlequah, Oklahoma. Gerombolan Keetoowah Bersatu merupakan keturunan "penetap lama", yaitu suku Cherokee yang pindah ke Arkansas dan Oklahoma pada tahun 1817. Mereka berkerabat dengan Cherokee yang dipaksa pindah ke Oklahoma pada tahun 1830-an berdasarkan Undang-Undang Pemindahan Indian. Sementara itu, Gerombolan Timur Indian Cherokee di Karolina Utara merupakan keturunan Cherokee yang menolak pemidahan paksa. Selain itu, terdapat beberapa kelompok budaya Cherokee di Amerika Serikat, seperti komunitas-komunitas satelit yang disponsori oleh Bangsa Cherokee.

Sejarah kebudayaan dan Agama Suku Cherokee

Sangat kurang pembahasan mengenai masalah Islamnya suku Indian kuno bernama Cherokee ini. Dan juga sumber tertulis yang memuat bukti bahwa suku Cherokee adalah Muslim sangat minim. Namun berikut beberapa bukti mengenai keislaman suku ini.

Bukti Tertulis

Di perpustakaan Amerika atau Library of Congress terdapat sebuah bukti tertulis yang menunjukkan bahwa suku Indian kuno Cherokee yang hidup sekitar tahun 1787 ternyata menganut agama Islam. Di perpustakaan tersebut ada sebuah dokumen perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintah Amerika saat itu dengan kepala suku Indian kuno Cherokee.

Pada bagian tanda tangan kepala suku Cherokee, tertera namanya Abdel Khak dan Muhammad ibn Abdullah. Itu sebuah bukti yang cukup kuat bahwa pada saat itu, suku Cherokee ternyata dipimpin oleh seorang Muslim.

Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku Cherokee berdasarkan hukum Islam. Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian wanita suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.

Salahuddin WatieCara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku Cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama RAMADHAN Ibnu WATI.

RAMADHAN Ibnu WATI suku cherokee

Huruf Kuno yang Mirip Tulisan Arab

Huruf Kuno Suku Cherokee yang Mirip Tulisan Arab

Berbicara tentang suku Cherokee, tidaklah lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang suku Cherokee asli yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku pada tahun 1821. Syllabary adalah semacam aksara, jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.

Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini sangat mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan beberapa tulisan masyarakat Cherokee abad VII yang ditemukan terpahat di bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata “Muhammad” dalam bahasa Arab.

Huruf Kuno Suku Cherokee yang Mirip Tulisan Arab

Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-Kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni.

Bahkan beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutup kepala khas orang Islam. Mereka adalah kepala suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835, dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini tugas manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya.

Seperti penuturan kepala suku Ohiyesa: “In the life of the Indian, there was only inevitable duty –the duty of prayer- the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah ini telah dimaktub oleh Alloh di dalam Al-Qur’an bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh SWT.

Sejarah Kepala Suku Indian Cheeroke Seorang Muslim

Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.

Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.

Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan Muslim yang mencatat perjalanan orang islam ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali ibn al-Hussain al-Masudi (meninggal tahun 957), al-Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl al-Umari (1300 – 1384), dan ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi Muslim al-Masudi (871 – 957), Khoshkhosh Ibn Saeed ibn Aswad seorang navigator Muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj adh-Dhohab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), al-Masudi melaporkan, bahwa semasa pemerintahan Kholifah Spanyol Abdulloh ibn Muhammad (888 – 912), Khoshkhosh ibn Saeed ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.

Sesudah itu, banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al-Masudi juga menulis buku ‘Akhbar az-Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.

Dr. Youssef Mroueh juga menulis, bahwa selama pemerintahan Kholifah Abdul Rohman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat, menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Dr. Youssef Mroueh juga menulis, bahwa selama pemerintahan Kholifah Abdul Rohman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat, menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr ibn Umar al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Kholifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).

Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat, hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.

Baca Juga:

√ Lengkap Alat Musik Tradisional Papua Barat Beserta Gambarnya


Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri, hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl al-Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan, dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekspedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.

Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab.

Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.

Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui, bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia paham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana, terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun, tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi. Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas, dan Nevada. Dua orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus, kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang Muslim, yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362).

Sumber referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Cherokee 
https://www.facebook.com/notes/harmasto-hendro-kusworo/cherokee-suku-indian-kuno-yang-beragama-islam/10151237801147226/
https://moeflich.wordpress.com/2013/12/01/cherokee-sejarah-peradaban-suku-indian-muslim-amerika-yang-punah/