Cerita Wayang Kulit ( Telaga Ajaib)



Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang melakukan perjalanan menjelajahi hutan dalam masa-masa akhir pengasingannya, mereka bertemu dengan seorang brahmana. Brahmana tersebut lalu meminta bantuan kepada Pandawa untuk menangkap seekor kijang yang telah melarikan tempat pedupaannya. "Wahai Pandawa, kijang itu membawa lari pedupaanku. Tolonglah aku, aku tidak mampu mengejar binatang itu", kata brahmana itu.

Pandawa kemudian memburu kijang itu beramai-ramai dan mengepungnya dari berbagai arah. Tetapi, rupanya itu bukanlah seekor kijang biasa. Ia berhasil menghindar dari kejaran Pandawa dan terus berlari menjauh. Ia selalu berhasil lolos dari kepungan Pandawa. Hingga tanpa sadar Pandawa telah jauh masuk ke dalam hutan dan seakan kijang itu hilang ditelan rimba raya. Pandawa yang lelah, menghentikan pengejaran dan beristirahat di bawah sebatang pohon yang besar dan rindang.

Nakula mengeluh, "Alangkah merosotnya kekuatan kita sekarang. Menolong seorang brahmana dalam kesulitan sekecil ini saja kita tidak bisa. Bagaimana dengan kesulitan yang lebih besar ?"

"Engkau benar. Ketika Drupadi dipermalukan di depan orang banyak, seharusnya kita bunuh saja manusia-manusia kurang ajar itu. Tetapi, kita tidak berbuat apa-apa. Dan sekarang inilah akibatnya." kata Bhima sambil memandang Arjuna.

Dengan sikap membenarkan, Arjuna berkata, "Ya, benar. Aku juga tidak berbuat apa-apa ketika dihina oleh anak sais kereta itu. Inilah upahnya sekarang".

Yudhistira merasakan kesedihan hati saudara-saudaranya. Mereka kehilangan semangat juang mereka. Untuk mengalihkan pikiran, ia berkata kepada Nakula, "Adikku, panjatlah pohon itu. Lihatlah baik-baik, barangkali di dekat-dekat sini ada sungai atau telaga. Aku haus sekali".

Nakula lalu naik ke pohon yang tinggi. Setelah melihat sekelilingnya, ia berteriak, "Di kejauhan kulihat ada air tergenang dan burung-burung bangau. Mungkin itu telaga".
Yudhistira menyuruhnya turun dan pergi untuk mengambil air.

Nakulapun pergi dan memang menemukan sebuah telaga. Karena sangat haus, ia berpikir untuk minum dulu sebelum membawakan air untuk saudara-saudaranya. Baru saja ia hendak mencelupkan tangannya ke dalam air, tiba-tiba terdengar suara, "Janganlah engkau tergesa-gesa. Telaga ini milikku, hai anak Dewi Madrim. Jawablah dulu pertanyaanku. Jika kau bisa menjawab, barulah kau boleh minum". Nakula sangat terkejut mendengar suara itu, tetapi karena sangat haus, ia tidak memperdulikannya. Ia langsung mencedokkan tangannya, mengambil air dan meminumnya. Seketika itu juga ia jatuh tidak sadarkan diri.

Setelah lama menunggu dan Nakula tidak juga kembali, Yudhistira menyuruh Sadewa mencarinya. Setelah mencari-cari beberapa lama, Sadewa terkejut melihat Nakula yang terbaring tak sadarkan diri di tepi telaga. Tetapi karena merasa sangat haus, ia memutuskan untuk minum dulu. Tiba-tiba suara tadi terdengar lagi, "Wahai Sadewa, telaga ini telagaku. Jawab dulu pertanyaanku, baru engkau boleh menghilangkan dahagamu". Sadewa tidak peduli. Ia mencedokkan tangannya mengambil air yang jernih dan segar itu. Begitu minum seteguk, ia jatuh tersungkur tak sadarkan diri.

Bingung memikirkan kedua saudaranya yang belum kembali, Yudhistira menyuruh Arjuna mencari Nakula dan Sadewa. "Tetapi jangan lupa untuk kembali membawa air", katanya kepada Arjuna.

Arjuna pergi berlari dan menemukan kedua saudaranya terbaring tak sadarkan diri. Ia sangat terkejut dan mengira mereka tewas dianiaya musuh. Ia marah dan ingin menghancurkan siapapun yang telah membunuh saudara-saudaranya. Tetapi karena haus, Arjuna memutuskan untuk minum dulu. Tiba-tiba suara itu terdengar lagi, "Jawab dulu pertanyaanku, sebelum engkau minum air telaga ini. Telaga ini punyaku. Kalau engkau tidak mau menurut, engkau akan mengalami nasib yang sama dengan kedua saudaramu itu".

Arjuna sangat marah mendengar suara itu dan berteriak, "Hai, siapa engkau ? Tunjukkan dirimu !. Jangan pengecut ! Kubunuh kau !". Sambil berkata demikian, Arjuna membidikan panahnya ke arah datangnya suara itu. Suara itu tertawa mengejek, "Panahmu hanya akan melukai angin. Jawab pertanyaanku dulu, baru kau boleh memuaskan dahagamu. Bila engkau minum tanpa menjawab pertanyaanku, engkau akan mati".

Arjuna senang karena bisa berhadapan dengan pembunuh adik-adiknya. Tetapi ia tak kuasa menahan rasa hausnya. Iapun minum seteguk air telaga itu. Seketika itu iapun jatuh tak sadarkan diri.

Setelah lama menunggu dan Arjuna tak kunjung kembali, Yudhistira berkata kepada Bhima, "Arjuna belum juga datang. Sesuatu yang aneh mungkin saja terjadi. Carilah mereka dan bawakan air untukku. Aku haus sekali".

Begitu mendapat perintah dari Yudhistira, Bhima segera berangkat. Sampai di tepi telaga, ia sedih melihat ketiga saudaranya terbaring tak bergerak. "Ini pasti perbuatan para jin dan raksasa jahat", pikirnya. "Akan kumusnahkan mereka ! Tetapi aku sangat haus. Setelah minum, akan kutamatkan pembunuh itu". Lalu ia turun ke tepi telaga.

Suara gaib itu terdengar lagi, "Hati-hatilah, hai Bhima. Engkau boleh minum setelah menjawab pertanyaanku. Engkau juga akan mati jika tidak mau mendengar kata-kataku".
Mendengar itu Bhima berteriak, "Siapa engkau ? Berani benar memerintah aku !".
Lalu ia minum air telaga itu. Seketika itu juga otot dan tulang Bhima yang liat bagai kawat baja dan keras bagai besi menjadi lemas. Seperti saudara-saudaranya, ia jatuh tak sadarkan diri.

Yudhistira menunggu dengan cemas. Dahaganya serasa tak tertahankan. Terbayang dalam pikirannya, "Apakah mereka terkena kutukan ? Apakah mereka lenyap ditelan rimba dan tak tahu jalan kembali ? Apakah mereka mati karena kehausan ?". Kemudian Yudhistira bangkit dan berjalan mengikuti jejak-jejak kaki saudara-saudaranya. Ia memperhatikan setiap semak yang dilaluinya dengan teliti. Ia melihat jejak kijang dan babi hutan, semuanya menuju arah yang sama. Ia menengadah melihat burung-burung bangau beterbangan, pertanda ada bentang air di dekat situ.

Setelah berjalan beberapa lama, ia sampai ke tanah terbuka. Di depannya terbentang telaga. Airnya berkilau jernih bagaikan cermin cemerlang. Dan di tepi telaga itu ia melihat keempat saudaranya tergeletak tak bergerak. Dihampirinya satu persatu, dirabanya kaki, tangan, dahi dan denyut jantung mereka. Yudhistira berkata dalam hati, "Apakah ini berarti akhir dari sumpah yang harus kita jalani ? Hanya beberapa hari sebelum berakhirnya masa pengasingan kita, kalian mati mendahului aku. Rupanya para dewata hendak membebaskan kita dari kesengsaraan".

Menatap wajah Nakula dan Sadewa, pemuda-pemuda yang di masa hidupnya periang dan perkasa tapi kini terbujur dingin tak bergerak, hati Yudhistira sedih. "Haruskah hatiku terbuat dari baja agar aku tidak menangisi kematian saudara-saudaraku ? Apakah hidupku masih ada gunanya setelah keempat saudaraku mati ? Untuk apa aku hidup ? Aku yakin ini bukan peristiwa biasa", pikir Yudhistira. Ia tahu, tak seorang ksatriapun akan mampu membunuh Bhima dan Arjuna tanpa melewati pertarungan hebat. "Tak ada luka di badan mereka. Wajah mereka tidak seperti wajah orang kesakitan. Mereka kelihatan tenang, seperti sedang tidur dalam damai". Hatinya terus bertanya-tanya. "Sama sekali tak ada jejak kaki, apalagi bekas tanah atau rumput yang terinjak-injak dalam perkelahian. Ini pasti peristiwa gaib. Mungkinkah ini tipu muslihat Duryodhana ? Mungkinkah Duryodhana telah meracuni air telaga ini ?".

Dengan berbagai pikiran di kepalanya, perlahan-lahan ia turun ke tepi telaga. Ia ingin melepaskan dahaganya yang sudah tak tertahankan lagi. Tiba-tiba suara gaib itu terdengar lagi, "Saudara-saudaramu telah mati karena tak menghiraukan kata-kataku. Jangan engkau ikuti mereka. Jawab dulu pertanyaanku, setelah itu baru puaskan hausmu. Telaga ini milikku".
Yudhistira yakin, suara itulah yang menyebabkan saudara-saudaranya mati. Ia berpikir, mencari cara untuk mengatasi situasi itu. Kemudian Yudhistira berkata kepada suara yang tidak berwujud itu, "Silahkan ajukan pertanyanmu".

Suara gaib itu mulai mengajukan pertanyaan kepada Yudhistira.
"Apa yang dapat menolong manusia dari semua marabahaya ?"
Yudhistira menjawab, "Keberanian adalah pembebas manusia dari marabahaya".
Suara gaib: "Apa yang lebih mulia dan lebih menghidupi manusia daripada bumi ini ?"
Yudhistira : "Ibu, yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, lebih mulia dan lebih menghidupi daripada bumi ini".
Suara gaib : "Apa yang lebih tinggi dari langit ?"
Yudhistira : "Bapa"
Suara gaib : "Apa yang lebih kencang dari angin ?"
Yudhistira : " Pikiran"
Suara gaib : "Apa yang lebih berbahaya dari jerami kering di musim panas ?"
Yudhistira : "Hati yang menderita duka dan menyimpan dendam"
Suara gaib : "Apakah kebahagiaan itu ?"
Yudhistira : "Kebahagiaan adalah buah dari tingkah laku dan perbuatan baik"
Suara gaib : "Kehilangan apakah yang menyebabkan orang bahagia dan tidak sedih ?"
Yudhistira : "Amarah. Kehilangan amarah membuat kita tidak lagi diburu oleh kesedihan"
Suara gaib : "Apakah itu, jika orang meninggalkannya ia dicintai oleh sesamanya ?"
Yudhistira : "Keangkuhan. Dengan meninggalkan keangkuhan orang akan dicintai sesamanya"
Suara gaib : "Apakah itu, jika orang membuangnya jauh-jauh, ia menjadi kaya ?"
Yudhistira : "Hawa nafsu. Dengan membuang hawa nafsu orang menjadi kaya"

Demikianlah suara gaib itu memberikan pertanyaan-pertanyan kepada Yudhistira. Dan Yudhistira menjawab semuanya tanpa ragu. Pertanyaan terakhir yang diajukan oleh suara gaib itu langsung berkaitan dengan saudara-saudaranya.

Suara gaib : "Wahai Yudhistira, seandainya salah satu saudaramu boleh tinggal denganmu sekarang, siapakah yang engkau pilih ? Dia akan hidup kembali ".

Yudhistira terdiam dan berpikir sesaat, lau menjawab, "Kupilih Nakula, saudaraku yang kulitnya bersih bagai awan berarak, matanya indah bagai bunga teratai, dadanya bidang dan lengannya ramping. Tetapi kini ia terbujur kaku bagai sebatang kayu jati".

Suara gaib itu belum puas akan jawaban Yudhistira, dan iapun bertanya lagi, "Kenapa engkau memilih Nakula, bukan Bhima yang kekuatan raganya lebih besar dari kekuatan gajah ? Lagipula, kudengar engkau sangat mengasihi Bhima. Atau mengapa bukan Arjuna yang mahir menggunakan segala macam senjata, terampil olah bela diri dan jelas dapat melindungimu ? Jelaskan, mengapa engkau memilih Nakula !"

Yudhistira pun menjawab, "Dewi Kunti dan Dewi Madrim adalah istri ayahku dan mereka adalah ibuku. Aku, anak Kunti, masih hidup. Jadi dewi Kunti tidak kehilangan keturunan. Dengan pertimbangan yang sama dan demi keadilan, biarlah Nakula, putra dewi Madrim, hidup bersamaku".

Suara gaib itu puas sekali demi mendengar jawaban Yudhistira yang membuktikan bahwa ia adil dan berjiwa besar. Ternyata, kijang dan suara gaib itu adalah penjelmaan dari dewa Yama, dewa Kematian, yang ingin menguji kekuatan batin Yudhistira. Batara itupun lalu menghidupkan kembali semua saudara Yudhistira.

Lalu di hadapan Pandawa, batara Yama berkata, "Beberapa hari lagi masa pengasingan kalian di hutan rimba akan selesai. Di tahun ke tigabelas, kalian harus hidup dengan menyamar. Yakinlah, masa itupun akan dapat kalian lewati dengan baik. Tidak seorang musuhpun akan mengetahui keberadaan kalian. Kalian pasti lulus dalam ujian yang berat ini ".

Setelah berkata demikian, batara Yama menghilang.

*versi lain menyatakan yg menguji Yudistira ini adalah Batara Darma.



cerita wayang, cerita wayang bahasa jawa, cerita wayang kulit, cerita wayang beber, cerita wayang ramayana, cerita wayang golek, cerita wayang mahabarata, cerita wayang arjuna, cerita wayang beber berasal dari, cerita wayang bahasa jawa arjuna,cerita wayang abimanyu dalam bahasa jawa, cerita wayang arjuna bahasa jawa, cerita wayang antasena, cerita wayang adipati karna, cerita wayang adalah, cerita wayang anoman duta, cerita wayang arjuna dan srikandi,cerita wayang bima, cerita wayang bahasa jawa singkat, cerita wayang bahasa jawa semar, bahasa jawa cerita wayang, gaya bahasa cerita wayang,bahasa jawa cerita wayang ramayana, bahasa jawa cerita wayang ramayana sintha kandhusta, cerita wayang b jawa, cerita wayang b.jawa singkat, cerita wayang b.sunda, cerita wayang b.indonesia, cerita wayang b.jawa pendek, cerita wayang cangik, cerita wayang cangik dalam bahasa jawa,cerita wayang cupu manik astagina, cerita wayang cepot,cerita wayang cekak, cerita wayang caranggana, cerita wayang cinta, cerita wayang citraksi, cerita wayang citraksa, cerita wayang candrabirawa dalam bahasa jawa


,cerita wayang dalam bahasa jawa, cerita wayang dewa ruci, cerita wayang dewi sinta dalam bahasa jawa, cerita wayang duryudana dalam bahasa jawa, cerita wayang dewa ruci dalam bahasa jawa, cerita wayang dewi sinta, cerita wayang dewi kunti, cerita wayang dewi anjani, cerita wayang dalam bahasa jawa singkat, cerita wayang dalam bahasa sunda, cerita di wayang, cerita di wayang hari ini, gambar dan cerita wayang, gambar dan cerita wayang kulit, judul dan cerita wayang, tokoh dan cerita wayang, dewa di cerita wayang, cerita wayang ekalaya, cerita wayang epos mahabarata, cerita wayang entus, cerita wayang bambang ekalaya, cerita wayang ki entus, cerita wayang golek erawan palastra, cerita wayang cekel indralaya, cerita wayang wahyu ekajati, cerita wayang dalang entus, cerita wayang ki enthus, cerita wayang full, cerita wayang fabel, cerita wayang versi jawa, cerita wayang free, cerita wayang golek full, cerita wayang kulit full, fungsi cerita wayang, filosofi cerita wayang,fungsi cerita wayang di indonesia, download cerita wayang golek full, cerita wayang gareng, cerita wayang golek bahasa sunda, cerita wayang gatotkaca bahasa jawa, cerita wayang gareng dalam bahasa jawa, cerita wayang gatotkaca gugur, cerita wayang golek si cepot, cerita wayang gugure abimanyu, cerita wayang golek lucu, cerita wayang hanoman, cerita wayang hanoman dalam bahasa jawa, cerita wayang humor, cerita wayang hot, cerita wayang arjuno sosro krido, cerita wayang anoman singkat, cerita wayang hanoman dalam bahasa sunda, cerita wayang hari ini, cerita wayang hasil karya sunan kalijaga, cerita wayang anoman sejarah


cerita wayang indonesia, cerita wayang ing tlatah jawa biasane asale soko kitab, cerita wayang indrajit, cerita wayang india, cerita wayang indrajit dalam bahasa jawa, cerita wayang iku asale soko ngendi, cerita wayang iku asale saka ngendi, cerita wayang ing basa jawa, cerita wayang islam, cerita wayang islami, cerita wayang jawa, cerita wayang jawa singkat, cerita wayang janaka, cerita wayang jawa dalam bahasa jawa, cerita wayang jawa lengkap, cerita wayang jowo, cerita wayang jayadrata gugur, cerita wayang jabang tutuka, cerita wayang jatayu, cerita wayang jawa ramayana, cerita wayang kresna, cerita wayang kumbakarna, cerita wayang kulit bahasa jawa, cerita wayang kulit bahasa indonesia, cerita wayang kumbakarna gugur, cerita wayang kulit semar, cerita wayang kresna dalam bahasa jawa, cerita wayang kulit singkat, cerita wayang kulit wahyu katentreman, cerita wayang lucu ,cerita wayang limbuk, cerita wayang lengkap, cerita wayang laksmana, cerita wayang lucu bahasa jawa, cerita wayang lahirnya wisanggeni, cerita wayang lahire abimanyu dalam bahasa jawa,cerita wayang lahirnya gatotkaca,cerita wayang lahire anoman,cerita wayang mahabarata bahasa jawa,cerita wayang mahabarata bahasa jawa ngoko,cerita wayang modern,cerita wayang maharsi wiyasa,cerita wayang mahabarata dan ramayana,cerita wayang menggunakan bahasa jawa,cerita wayang mahabarata lengkap,cerita wayang mahabarata bahasa jawa singkat,cerita wayang madya,cerita wayang nakula,cerita wayang nakula sadewa,cerita wayang nakula dalam bahasa jawa,cerita wayang nakula sadewa bahasa jawa,cerita wayang nakula bahasa jawa,cerita wayang nakula dan sadewa,cerita wayang nganggo basa jawa,cerita wayang nganggo bahasa jawa,cerita wayang nusantara,cerita wayang nakula nganggo basa jawa,cerita wayang orang,cerita wayang orang sriwedari,cerita wayang orang anoman obong,cerita wayang orang banyak diambil dari kisah,cerita wayang orang mahabarata,cerita wayang online