Sejarah Tentang Kuda Lumping atau Jaranan / Jaran Kepang

Jaranan / kuda lumping adalah salah satu seni populer Jawa yang  berbau mistik.  Entah kapan seni ini lahir tak ada riwayat sohih yang dapat menjelaskannya. Tetapi besar kemungkinan riwayat seni ini lahir jauh dimasa pra Islam. Artinya seni ini sudah sangat tua. Jawa-Tengah dan jawa-Timur adalah tempat kelahirannya. Berikut beberapa gambar dari kuda lumping atau jaranan yang populer di Indonesia:

Kalau dilihat dari gayanya yang  keras, ada muatan brutalisme dalam atraksinya, seperti dicambuk, kesurupan, si Pelakon menjadi garang bisa mengejar dan menyepak siapa saja bagai kuda gila termasuk Pawangnya sendiri, juga lupa diri sehingga dengan lahap mau makan rumput, makan beling, makan dedak, minum air parit, jarum jahit, paku, dan hal-hal lain diluar perikemanusiaan, sepertinya seni ini lahir dimasa akhir Jawa purba atau masa masuknya agama Hindu.

Baca Juga:

√ Angkringan Warung Makan Tradisional dari Yogyakarta


Dugaan Saya lalu berubah lebih jauh lagi, jika diteliti lebih dalam lagi pengamatan, misal disana ada ritual memanggil arwah dengan kemenyan, lalu Pawang seni jaranan memasukan roh tadi kepada Pelakon Jaranan agar merasuki alam jiwanya, dan dari sini Pelakon mengalami kesurupan total, dan si roh tadi mengambil alih penuh kendali jasad Pelakon Jaranan, dan berlakulah mereka diluar batas kewajaran seperti yang  saya sebutkan diatas, atau sesuai pakem seni, atau si Pawang.
Diakhir waktu pertunjukan  Sang Pawang akan bekerja sangat keras dibantu oleh kru Jaranan menyadarkan kembali Sang Pelakon Jaranan ke kondisi semula. Perjuangan Sang Pawang benar-benar berat secara fisik dan mental.. maka dari sini saya punya kesimpulan, seni ini lahir / berakar dari masa abad kegelapan tanah Jawa,  sebelum agama Hindu dan budha masuk ketanah Jawa. Yakni ketika Masyarakat Jawa masih Primitif / menganut agama purba / lokal. Yang mana pada saat itu Kekuatan roh pada manusia yang  telah mati, hewan yang  punya pamor, benda keramat dan tempat angker dipuja dan dimintai pertolongannya tidak sebagai Dewa ataupun Tuhan, tetapi hanya sebatas roh-roh tadi sebagai kekuatan supranatural saja. Konsep Dewa atau tuhan sebagai penguasa jagat dikenal setelah masuknya agama Polytheisme Hindu dari India. Lalu setelah kedatangan Agama Islam konsep monotheisme, atau satu TuhanSang pencipta alam maya mulai dikenal, bahwa hanya ada kekuatan tunggal dominan yang  menguasai jagat raya.

Saat masa awal masuknya agama Islam ketanah Jawa yang  dibawa oleh Walisongo, Masyarakat Jawa yang  kala itu telah memeluk Hindu, atau budha berbondong-bondong masuk Islam. Hingga saat ini orang Jawa 99% adalah Penganut Islam yang  taat. Namun diantara mereka masih ada yang  gigih mempertahankan ajaran leluhur mereka sampai kini, walau mereka tetap mengaku sebagai Islam. Mereka disebut golongan Islam abangan. Dari golongan inilah, mengapa seni Jaranan dan semisal  seperti ; Lais, Sintren, Ronggeng, Reog dll dapat bertahan hingga kini.
Maka jangan heran jika menonton seni Jaranan / kuda lumping dan sejenisnya ada muatan kegelapan, sadisme dan mistisme, yang  membuat penonton merasa ngeri, karena memang itu adalah seni warisan para Penganut animisme abad kegelapan masa lalu.

Aneh ya…kok mau-maunya Manusia sebagai Makhluk yang  sempurna jiwa-raga menjadi Hewani atas nama seni. Pelakon Jaranan akan meniru tabiat kera, kambing, atau hewan apa saja sesuai roh yang  merasukinya. Padahal sejatinya seni adalah hasil kreasi nurani akal sehat semata(Ingat definisi Seni dan Budaya yang dipelajari disekolah). Bukan hasil dari kesurupan dan hilang rasa Manusianya.
 
Baca Juga:

√ Artikel Karawitan Kesenian Musik Tradisional Jawa


Seni adalah salah satu kebutuhan jiwa manusia sebagai sarana ber-ekspresi dan berhibur diri. Tetapi seni juga dapat menjadi alat pendidikan sekaligus propaganda yang ampuh. Seni Jaranan tidak layak menjadi tontonan umum Masyarakat modern karena mengandung unsur kekerasan, hilang akal, dan mistik, serta tidak mengandung nilai Pendidikan positif. Kecuali telah dimodifikasi dengan norma  Manusiawi  dan  adab sewajarnya seni. (MS