√ Penjelasan Tari Gandrung Tarian Tradisional dari Banyuwangi, Jawa Timur

Tari Gandrung adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Tarian ini merupakan tarian yang dilakukan secara berpasangan antara pria dan wanita. Tari Gandrung ini hampir sama dengan tarian di daerah lain seperti Tari ketuk tilu (jawa barat), Tari tayub (jawa tengah), Tari lengger (banyumas) dan daerah lainnya, dimana penari wanita mengajak para tamu pria untuk ikut menari bersama. Tarian ini sangat terkenal di Banyuwangi dan menjadi salah satu icon kota Banyuwangi. 

Selain kaya akan nilai seni dan filosofis didalamnya, Tari Gandrung juga kaya akan nilai historis. Menurut berapa sumber, ada beberapa versi cerita rakyat yang menjelaskan sejarah Tari Gandrung ini. Salah satunya adalah pada saat dibabadnya hutan Tirta Arum untuk membangun kembali ibu kota Blambangan akibat penyerbuan kompeni yang dibantu oleh kerajaan Mataram dan Madura untuk merebut balambangan dari kekuasaan Mangwi. Perang tersebut berakhir dengan kemenangan kompeni yang memakan banyak korban. Selain banyaknya rakyat yang tewas, banyak juga rakyat yang melarikan diri terpencar ke hutan dan menderita.
 

Kesenian Tari Gandrung awalnya muncul dan dilakukan oleh kaum laki – laki dengan membawa peralatan Musik perkusi berupa kendang dan beberapa rebana. Mereka berkeliling setiap hari mendatangi tempat yang dihuni oleh sisa rakyat blambangan sebelah timur untuk melakukan Tari Gandrung dan mendapatkan semacam imbalan dari penduduk yang mampu. Hasil sumbangan tersebut kemudian dibagikan kepada mereka korban perang yang kondisinya memprihatinkan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, pedalaman dan di hutan. Mereka juga mengajak para korban tersebut untuk kembali ke kampung halamanya dan sebagian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum yang diprakarsai oleh bupati yang baru bernama Mas Alit. Setelah hutan tersebut selesai dibabad kemudian dikenal dengan nama Banyuwangi. Dari situlah terlihat peran besar Tari Gandrung yang sangat berpengaruh dalam sejarah berdirinya kota Banyuwangi.

Tari Gandrung ini awalnya dilakukan oleh penari laki – laki yang didandani seperti perempuan. Namun seiring dengan perkembangan, penari gandrung beralih menjadi penari perempuan. Dalam pertunjukannya, Tari Gandrung sebenarnya terbagi menjadi tiga babak. Pertama dibuka dengan Jejer, yaitu bagian dimana penari menyanyikan lagu dan menari sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan Paju atau yang di daerah lain disebut Ngibing, yaitu penari memberikan selendangnya kepada tamu yang datang untuk diajak menari. Dalam babak ini penari terkadang menari dengan gaya menggoda para tamu yang akan diajak menari. Selain itu  pada babak ini selain menari juga diselingi repen atau nyanyian yang tidak ditarikan. 

Dan pada babak terakhir adalah Seblang subuh yaitu penutup, dimana penari menari dengan penuh penghayatan dengan menggunakan kipas yang dikibaskan sesuai irama sambil bernyanyi. Pada bagian ini akan sangat terasa kesan mistisnya. Hal ini masih berhubungan dengan ritual Seblang, yaitu suatu ritual penyembuhan atau penyucian yang dilakukan oleh penari jaman dahulu. Namun, di masa sekarang ini bagian seblang subuh sudah mulai jarang digunakan, meskipun merupakan bagian penutup pertunjukan Tari Gandrung.

Dalam pertunjukan Tari Gandrung ini juga diiringi oleh iringan Musik pengiring, diantaranya seperti kempul, gong, kluncing, biola, kendang dan kethuk. Selain itu sebagai kreasi biasanya juga terdapat beberapa instrument lain seperti saron bali, angklung, rebana dan electone. Dalam pertunjukan Tari Gandrung ini juga diiringi dengan Panjak, yaitu seorang pemberi semangat dengan sorakan dan kata – kata yang kocak sehingga dapat memeriahkan pertunjukan. Peran panjak tersebut biasanya dilakukan oleh pemain kluncing.
 

Untuk busana yang dikenakan penari Tari Gandrung ini sangat kental akan perpaduan gaya Jawa dan Bali. Pada bagian tubuh atas, penari menggunakan baju yang berbentuk seperti kemben berwarna hitam yang terbuat dari beludru dan kain diikat di leher menutupi dada yang dihiasi ornament berwarna emas. Lalu pada bagian bawah penari menggunakan kain batik khas Banyuwangi panjang sampai bagian atas mata kaki. Dan pada bagian kepala penari menggunakan mahkota dengan berbagai ornament berwarna merah dan emas yang disebut omprok. Selain itu juga berbagai asesoris seperti kelat pada tangan, selendang yang dikenakan dibahu dan pada bagian pinggang diberi ikat pinggang dan sembong yang dihiasi warna emas. Tidak lupa tata rias khusus yang membuat penari terlihat cantik dan sesuai dengan busana yang dikenakan. 
Gambar : Pertunjukan Tari gandrung
Dalam perkembangannya, sebagai tarian klasik Tari Gandrung ini masih tetap hidup dan dilestarikan di Banyuwangi. Tidak hanya peran dari seniman saja, bahkan masyarakat dan pemerintah daerah mendukung penuh pelestarian Tari Gandrung ini. Terbukti dengan menjadikan Tari Gandrung sebagai maskot kota Banyuwangi dan usaha memperkenalkan kepada generasi muda dan masyarakat luas melalui bidang pendidikan dan pariwisata. Kesadaran akan warisan budaya tersebut membuat Tari Gandrung tidak hanya sekedar peninggalan leluhur saja, namun juga menjadi salah satu daya dan kebanggaan bagi masyarakat Banyuwangi yang tidak hanya terkenal di Indonesia, bahkan di dunia.